Sepanjang Jalan Kenangan: Sukabumi Tahun 80–90an (Bagian 26)

Sampai tahun 90-an, perbedaan antara perdesaan dan perkotaan masih terlihat jelas. Desa identik dengan nilai-nilai tradisional dan tata cara hidup yang sederhana, sementara kota identik dengan cara-cara modern, baik dalam gaya hidup maupun cara pandang masyarakatnya.

Kendati demikian, untuk ukuran Sukabumi, batas antara tradisionalitas dan modernitas bukanlah persoalan serius. Meski seseorang mengaku sebagai orang urban, perilaku dan cara hidup tradisional tetap muncul dalam kesehariannya. Hal ini wajar, sebab proses menjadi “modern” di Indonesia bukan sepenuhnya lahir dari kehendak sendiri, tetapi lebih sebagai tuntutan zaman.

Perbedaan antara desa dan kota saat itu terutama tampak dalam tata kelola lingkungan atau dalam istilah pemerintahan disebut rencana tata ruang wilayah (RTRW). Wilayah perdesaan masih didominasi oleh vegetasi alami dan pola hidup paguyuban. Sebaliknya, wilayah perkotaan telah dipadati bangunan, hunian, pertokoan, dan pasar, dengan interaksi sosial yang lebih individualistik dan berbasis transaksi.

Di desa, seseorang bisa buang air tanpa perlu mengeluarkan biaya, sementara di kota, kecuali di rumah sendiri, hampir semua fasilitas dasar, seperti WC Umum, memerlukan transaksi. Muncullah adagium “tak ada makan siang yang gratis”, dan ungkapan ini benar-benar terlihat nyata dalam kehidupan perkotaan.

Pada masa itu, wilayah perkotaan Sukabumi hanya meliputi Gunungpuyuh, Warudoyong, Cikole, dan Citamiang. Dulu pernah populer akronim untuk empat kecamatan lama ini; Ciciguwa (Cikole, Citamiang, Gunungpuyuh, Warudoyong). Istilah ini muncul saat wacana pemekaran kecamatan Baros digulirkan, sehingga lahir akronim kedua, yakni Bacile (Baros, Cibeureum, Lembursitu), merujuk kepada tiga kecamatan baru yang diproyeksikan menjadi bagian dari kota.

Hingga kini Kota Sukabumi memang tetap terdiri dari tujuh kecamatan: Ciciguwa–Bacile. Namun istilah tersebut kini jarang digunakan, mungkin karena dikotomi antara “kota” dan “desa” dianggap tidak lagi relevan atau karena kita cenderung melupakan sejarah kecil yang sebenarnya memiliki nilai.

Wilayah Bacile sebelum menjadi bagian kota adalah kawasan yang sangat kental dengan tradisi perdesaan. Areal persawahan masih luas, dan pola hidup masyarakatnya mencerminkan sikap altruis, terlihat dari kerukunan dan kebiasaan saling bantu ketika membangun rumah. Di kampung saya, Balandongan, hingga akhir tahun 90-an masih sering terlihat warga bergotong royong saat mendirikan atau memperbaiki rumah.

Belakangan, pemerintah pusat dan provinsi kembali ingin menghidupkan tradisi gotong royong sebagai karakter masyarakat Nusantara. Upaya ini niatnya baik, yaitu mengembalikan warisan sosial yang telah lama menjadi kekuatan bangsa.

Namun, gotong royong tidak bisa sekadar dihidupkan melalui program. Ia adalah gerakan sosial berskala besar yang hanya dapat muncul apabila setiap individu mampu mengurangi sikap egosentris, tidak memaksakan kehendak, dan bersedia mengutamakan kesepakatan bersama, nilai yang kini mulai memudar.

Gotong royong inilah yang menjadi pembeda paling mencolok antara desa dan kota pada masa itu. Walakin, bukan berarti masyarakat perkotaan Sukabumi telah kehilangan semangat kebersamaan ini. Hingga tahun 90-an, masyarakat kota masih mempraktikkan gotong royong dalam banyak kesempatan.

Meskipun hidup di lingkungan yang lebih modern, genetika budaya Nusantara tetap mengalir kuat di tubuh masyarakat perkotaan, hanya intensitasnya saja tidak sekuat masyarakat desa.

Dengan demikian, pada masa itu, baik desa maupun kota masih menyimpan karakter khas masing-masing. Sukabumi pada tahun 80–90an adalah ruang perjumpaan antara tradisi dan modernitas, antara paguyuban dan patembayan, antara kehidupan yang hijau dan lingkungan yang mulai mengeras. Dan semuanya menjadi bagian dari memori kolektif yang membentuk wajah Sukabumi hari ini.

Kang Warsa
Kang Warsa Sering menulis hal yang berhubungan dengan budaya, Bahasa, dan kasukabumian.

Posting Komentar untuk "Sepanjang Jalan Kenangan: Sukabumi Tahun 80–90an (Bagian 26)"