
Sebagian masyarakat menuntut agar Pemerintah Kota Sukabumi tidak hanya memusatkan pembangunan di wilayah perkotaan, tetapi juga menjangkau daerah di luar pusat kota.
Selama ini, meskipun sudah ada kebijakan Program Pemberdayaan Rukun Warga (P2RW), anggaran yang diberikan kepada ketua RW seringkali tidak mencukupi untuk menyelesaikan proyek fisik berskala besar di wilayah mereka.
Hal ini membuat kesenjangan pembangunan antara kawasan urban dan suburban masih terasa.
Namun, fokus pembangunan di pusat kota saat ini masih dapat dipahami karena adanya ketertinggalan infrastruktur selama puluhan tahun.
Contoh nyata adalah Lapang Merdeka dan Alun-Alun Kota Sukabumi, yang tidak mengalami revitalisasi besar-besaran selama lebih dari 20 tahun sebelum kepemimpinan H. Achmad Fahmi dan H. Andri Setiawan Hamami.
Pembenahan kawasan strategis ini penting karena menyangkut citra kota dan daya tarik ekonomi.
Tantangannya adalah menyeimbangkan prioritas. Di satu sisi, pusat kota memerlukan penataan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pariwisata. Di sisi lain, wilayah pinggiran juga butuh perhatian agar tidak tertinggal.
Solusinya mungkin terletak pada penganggaran yang lebih adil, skema pembiayaan kreatif, serta kolaborasi dengan swasta atau CSR untuk memperluas jangkauan pembangunan.
Pemerataan bukan berarti mengabaikan kota, melainkan memastikan bahwa kemajuan tidak hanya dinikmati oleh segelintir wilayah.
Selama ini, pembangunan di luar radius perkotaan kerap tertunda karena tidak masuk dalam skala prioritas pemerintah daerah.
Walakin, alasan seperti "belum krusial" atau "tidak ada anggarannya" seharusnya tidak menjadi pembenaran untuk terus menunda pemenuhan kebutuhan wilayah suburban dan perdesaan.
Pembangunan yang berkeadilan harus mempertimbangkan seluruh wilayah, bukan hanya pusat kota.
Memang benar bahwa program pembangunan berbasis anggaran biasanya diajukan melalui usulan warga, seperti mekanisme Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan).
Artinya, partisipasi aktif masyarakat dalam mengajukan proposal yang matang sangat menentukan alokasi dana.
Namun, pemerintah juga harus proaktif memandu dan memprioritaskan wilayah-wilayah yang tertinggal, bukan sekadar menunggu usulan dari bawah.
Paling tidak ada tiga hal yang perlu diperbaiki: Pertama, perencanaan jangka panjang. Pembangunan luar kota harus masuk dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) agar tidak terus-terusan tertunda.
Kedua, Peningkatan partisipasi warga melalui sosialisasi yang lebih gencar agar masyarakat paham cara mengajukan usulan pembangunan.
Ketiga, jika dana APBD minim, pemerintah bisa menggali skema Kemitraan Public-Private Partnership atau CSR perusahaan untuk mendukung infrastruktur dasar.
Posting Komentar untuk "Memahami Paradigma Pembangunan Kota Sukabumi: Lima Tahun Terakhir (11)"