Mau jadi Walikota? Sebaiknya baca dulu cerita ini!
Rumah Pak Walikota sepi, tengah malam, embun basah, kabut tebal menutupinya. Satpam penjaga terkantuk-kantuk menahan dingin dan ngantuk. Terdengar, perlahan dari radio kecil butut yang diletakkan di pos penjagaan, pagelaran wayang golek semalam suntuk.
Seseorang dengan motor sederhana masuk. Minta izin kepada satpam penjaga. Dari roman wajahnya memang agak serius meski malam telah larut, kira-kira pukul 23.34.
” Maaf, pak..ini malam, Pak Walikota bisa memarahi saya!”
” Tapi ini urusan penting ,bung!” Orang itu meyakinkan,” Ini masalah hidup dan mati Pak Walikota juga!”
” Tapi……!”
” Alahhhh…Aku ini bukan siapa-siapa. Teman Pak Wali ini ,kok!”
Dan satpam penjaga pun hanya bisa diam membeku. Walau hatinya diliputi rasa takut.
” Huahhh…..!” Pak Walikota menggeliat, masih ngantuk berat rupanya. ” Ada apa malam-malam kau ke sini, ganggu orang saja. Tidak tahu walikotamu ini perlu istirahat, hah?”
” Justru itu pak! Anda akan lebih tenang istirahat jika mendengar cerita dari saya ini…”
” Huahhhhhh!” Kembali Pak Walikota menguap.” Ayo cerita…!”
Orang itu menggeser posisi duduknya. Sedangkan pak Walikota tampak terkantuk-kantuk.
” Ini tentang orang-orang pohon, Pak!” Orang itu mulai bercerita. ” Siang tadi…beberapa pohon di alun-alun itu ditebang tanpa ampun. Dengan alasan akan dijadikan lapangan terbuka…”
” Kenapa kau tidak datang ke dinas Pertamanan! saja, ehh..malah menemuiku, jika hanya protes soal itu….!”
” Tapi ini masalah hidup dan mati Pak Walikota kok!”
“ Terus!”
” Ini tentang mereka yang tergusur. Orang-orang kecil sebangsa jembel dan gelandangan. Di depan alun-alun adalah sebuah jalan protokol. Pagar tembok bercat putih berdiri angkuh, duduk di atasnya orang-orang hampa. Itu terjadi setiap malam di kota tercinta ini pak..
” Di bawah pagar, bergerombol pengemis-pengemis renta membawa anak, bisa jadi bukan anak mereka sebenarnya, menengadah harapan. Paling banter…mereka hanya mendapat perhatian saja, cukup dilihat. Bahkan dicaci maki pun jadilah. Di depan mesjid Agung kebanggaan kita itu.. yang selalu kita bangga-banggakan sebagai tameng spiritual kita taman-taman indah bukan main, lampu pijar menerangi pelatarannya. Malam minggu biasanya para lelaki hidung belang menghabiskan malam panjangnya bersama beberapa PSK duduk-duduk sambil bercumbu di sana.
” Pohon-pohon besar. Tetaptnya pada jam-jam seperti ini, para gelandangan itu membuat tempat gratis alakadarnya, hanya alas dari kertas koran, tempat mereka menyambut mimpi surgawinya. Bintang tidak menaburi tubuh mereka karena terhalangi oleh pekatnya dedaunan rindang. Tubuh mereka sudah barang tentu terguyuri oleh embun dari pepohonan, mereka harus berjibaku melawan kabut tebal. Dingin mencucuk..
” Siang tadi…..siang tadi pepohonan itu tempat menaungi mereka dari taburan bintang kini telah tiada. Pak Wali tengok saja sendiri, mereka, orang-orang pohon itu menggelar tikar butut dan kertas koran di lapangan terbuka….
” Itu yang ingin saya sampaikan ,Pak!” Orang itu segera pergi, tanpa menunggu disuruh oleh Pak Walikota.
Pak walikota masuk ke dalam kamarnya. Istrinya cantik bukan kepalang. Kasur tebal, selimut hangat, bantal guling mahal. Dia membuka jendela, di tatapnya langit, nyaris tanpa awan. Gemintang bertabur, rembulan menggelantung. Sepi.
Dia ingat, masa kecilnya dihabiskan di ladang dan sawah. Masih terngiang di telinga: Nak….jika engkau menjadi orang terkenal…orang hebat….jangan lupakan ini..! Tunjuk bapaknya pada sebatang pohon randu. sunyi . Termenung. Air mata kerinduan pun keluar dari sudut mata Pak Walikota.
” Ada apa pak, pagi ini begitu lesu?” Tanya Istrinya. ” O iya pak…tadi ketika bapak masih ada di kamar mandi, pak Nista Rastamasta ,Kepala Dinas Tata Ruang Lingkungan dan Pertamanan Kota datang ke sini, memberikan ini!” Ia menyodorkan sepucuk surat.
Pak Walikota membukanya. Terbelalak matanya. Amplop berisi cek senilai 2,5 Milyar Rupiah, dari sebuah perusahaan raksasa , untuk dirinya. Tentu saja, hari ini ia harus memutuskan, di alun-alun itu akan didirikan pusat perbelanjaan terbesar di kotanya.
” Ini urus oleh ibu..!” Ia menyerahkan cek itu kepada istrinya. Demi melihat itu, bukan main istrinya girang gembira. Dalam benaknya, dia akan membeli apa yang ia mau.
Sementara, sore harinya. Surat kabar setempat memberitakan, Walikota meninggal dunia. Di kepalanya ada bekas peluru. Bocor. Semua berduka atas kematian yang tragis itu. termasuk orang-orang pohon pun ikut serta larut dalam kepedihan. Walikota tercinta yang mereka bangga-banggakan telah meninggal.
Kang Warsa
bagus kang...
BalasHapus